Blog Of Anesa SP

Welcome to my blog yang masih sekadarnya ini. Harap maklum saja yaa and enjoy it.

Sabtu, 28 Agustus 2010

Pertolongan Allah Tak Pernah Telat

Saturday, 28 August 2010 10:30

”Saya percaya Allah tak pernah tidur.” Siapa yang mau membantu agama Allah, Allah sendiri yang akan membantunya!

DAKWAH ibarat jalan. Tidak selamanya lurus dan mulus. Terkadang, terjal menanjak dan penuh onak. Seorang Nabi SAW- kekasih Allah SWT- kakinya pernah berdarah dilempar batu ketika berdakwah di Thaif. Tapi, Nabi juga pernah dapat “kalungan bunga” oleh penduduk Yastrib. Demikianlah suka-duka dalam berdakwah.

Setidaknya, itulah yang pernah saya alami beberapa tahun silam. Ceritanya, usai nikah, saya diamanahi membuka lahan dakwah dari pesantren tempat saya dibesarkan. Tugas baru saya adalah Kota Madiun.

Pertama kali melangkahkan kaki bersama istri, saya tidak membawa bekal sama sekali. Hanya ongkos perjalanan. Itu saja. Bahkan sampai di Madiun, cuma tersisa uang Rp. 3 ribu dan langsung habis untuk beli nasi pecel untuk kami berdua.

Esok harinya, karena tidak ada uang lagi, saya memberanikan diri meminjam uang ke istri. Kebetulan, istri waktu itu punya Rp. 150 ribu dari mertua. Uang tersebut kami gunakan untuk bertahan hidup beberapa hari. Dan, di sela-sela itu, saya memulai dakwah dan bersilaturahim ke sejumlah warga.

Belum lama tinggal, bekal pun belum ada, rumah sementara yang saya tempati akan dijadikan poliklinik. Saya dan istri akhirnya harus pindah dalam waktu dekat. Kontan, saya pun bingung bukan kepalang.

”Wah, tinggal di mana nanti,” lirihku dalam hati. Kendati begitu, saya harus yakin ada rumah yang bisa saya tempati.

Ketika itu, keyakinanku makin kuat. Keyakinan ini berdasar pada salah satu surat dalam al-Quran yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [Al-Haj:40].

Saat itu saya haqqul yakin, siapa yang menolong agama Allah, pasti akan ditolong-Nya. Saya pun tak putus asa berdoa sambil terus berusaha, meski deadline tinggal di rumah tersebut tinggal beberapa hari lagi.

Alhamdulillah, istri saya tidak ikut bingung meski dia tahu kekalutan yang ada di benakku. Dia justru menyakinkanku. ”Abi, insya Allah, pertolongan Allah tidak telat. Percayalah,” ujarnya pelan. Saya pun jadi berfikir lebih jernih.

Suatu hari, saya bersilaturahim ke salah satu direktur sebuah perusahaan barang bangunan. Sebut saja Abdullah (Hamba Allah). Dia direktur baru di perusahaan itu. Dia pun tahu kondisi saya. Ternyata, dia akan pindah ke Jawa Barat (Jabar) untuk menjadi direktur baru di sana. Di Madiun, dia tinggal di perumahan paling elit dengan perabotan rumah yang baru dan lengkap. Rumah tersebut, dia kontrak untuk jangka tiga tahun. Padahal, dia bersama istri dan kedua anaknya baru menempati selama satu tahun.

”Saya mau pindah ke Jabar, bapak tinggal di sini saja,” begitu katanya secara tiba-tiba.

Subhanallah, saya terbengong seolah tak percaya. ”Rumah ini masih dua tahun lagi masa kontraknya. Jadi bisa diteruskan. Lebih baik bapak tinggal dulu di sini, ya kan?” katanya meyakinkan. Entah, karena kaget atau apa, saya masih diam tanpa kata.

”Tinggal di rumah mewah seperti ini,” batinku seolah tak percaya. Betapa cepat Allah membantu kesulitan saya berdua?

Sebenarnya berat juga rasanya. Bukan apa-apa, selama ini, saya tinggal di rumah kecil seadanya, kini harus tinggal di rumah termewah se-Madiun. Tapi, mau bagaimana lagi. Mungkin sudah takdir Allah. Sebab, sampai saat itu, saya belum dapat rumah yang bisa ditempati. Bismillah, akhirnya, tawarannya saya terima.

Ia akhirnya memberikan kunci rumah kepada saya. Tak hanya itu, ternyata seluruh isi rumah yang baru dia beli, diberikan kepada saya. Dia hanya membawa TV dan kasur kecil. Padahal sisanya masih banyak dan puluhan juta jika dirupiahkan. Ada perlengkapan sofa, almari terbuat dari kayu jati, ranjang, meja belajar dan berbagai perabotan dapur yang mewah dan cukup mahal.

Tak hanya itu, dia juga memberikan bunga anggrek yang mahal-mahal. Untuk almari dari kayu jati, harganya kira-kira Rp 5 juta. Itu sekitar tahun 1997. Jadi, sangat besar nilainya. Penjual almari saja ketika tahu dia akan pindah, buru-buru hendak membelinya kembali. Namun sang pemilik, justru tak suka menjualnya.

Dia memang bijak. Tak ingin hanya memberi begitu saja. Setidaknya, ada jerih payah sebagai pengorbanan. Meski, hemat saya, jumlah sebesar itu, bagi dia tidak terlalu berarti. Akhirnya, dia meminta saya membeli semua perabotan rumah itu dengan harga sangat murah, Rp. 2 juta saja. Itupun bisa dicicil dalam tempo setahun.

Setelah kejadian itu, saya jadi sadar, bahwa Allah memang tidak pernah tidur. Allah tahu keperluan yang dimiliki kekasih-Nya, para dai dalam mendakwahkan agama-Nya.
sumber :www.hidayatullah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar